Gesekan Piual—Biola, hentakan pukulan Gondang dan tiupan lapri  (Serunai), diiringi langkah tari merupsakan ciri khas tersendiri dari Randai Kuantan. Salah satu bentuk kesenian rakyat tradisional  Kabupaten Kuantan Singingi. Randai Kuantan merupakan kesenian rakyat yang komunikatif, lahir dan  berkembang di tengah-tengah masyarakat Kuantan. Randai Kuantan membawakan suatu cerita yang sudah disusun sedemikian  rupa dengan dialog dan pantun logat Melayu Kuantan, disertai lagu-lagu  Melayu Kuantan sebagai paningkah babak-babak cerita.
Memang suatu pertunjukan kesenia rakyat yang membuat kita pun ingin ikut  bergoyang melihatnya, bahkan mengelitik hati. Tak urung gelak tawa pun  akan keluar dengan seketika. Cerita yang dibawakan biasanya sudah  melekat di hati orang Rantau Kuantan, sehingga randai sudah begitu akrab  di tengah-tengah masyarakat.
Tak di ketahui secara pasti, kapan randai mulai ada di daerah ini.  Tetapi apabila menilik dari sejarah, maka randai ini telah ada semenjak  zaman penjajahan Belanda dulu. Randai di pergelarkan dalam acara pesta  perkawinan, sunatan, doa padang, kenduri kampung dan acara lainnya yang  dianggap perlu untuk menampilkan Randai.
Biasnya dilaksanakan pada malam hari, memakan waktu 2 hingga 4 jam.  Disinilah orang sekampung mendapat hiburan dan bisa bertemu dengan  kawan-kawan dari lain desa.
Berhasilnya sebuah pertunjukan tidak terlepas dari peran serta pemain,  pemusik dan penontonnya. Untuk sebuayh cerita yang akan dibawakan  biasanya memakan waktu latihan sekitar satu bulan atau lebih. Memang  waktu latihannya tidak setiap hari, rutinnya hanya pada malam Ahad.
Tetapi apabila akan mengadakan pertunjukan maka waktu latihannya akan  ditambah sesuai dengan kesepakatan bersama. Dengan jumlah anggota 15  sampai 30 orang untuk satu tim randai, terdiri dari penari, pemusik, dan  tokoh dalam cerita. Jumlah tokoh tergantung cerita yang dibawakan.  Biasanya jumlah pemusik tetap. Satu Piual, 2-3 gendang, satu peniup  lapri.
Keunikan randai memang mempunyai daya tarik tersendiri dibandingkan  denga kesenia rakyat lainnya yang hidup di Rantau Kuantan. Antara lain  adalah, adanya tokoh wanita di perankan oleh laki-laki yang berpakaian  wanita, dan sindiran-sindiran terhadap pejabat dalam bentuk pantun.
Tokoh wanita yang diperankan laki-laki ini dimaksudkan untuk menjaga  adat dan norma-norma Agama. Karena latihan pada malam hari dan  pertunjukan juga pada malam hari, sehingga kalau ada anak dara yang  tampil ini merupakan suatu yang tabu bagi masyarakat. Selain itu juga  untuk menjaga supaya hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.
Sewaktu pementasan para Anak Randai membentuk lingkaran dan menari  sambil mengelilingi lingkaran, sehingga pemain tidask berkesan  berserakan dan terlihat rapi. Menyaksikan Randai Kuantan kita akan  terbuai dan merasakan suasana kehidupan desa. Bermain, kebun karet,  bergurau, bersorak sorai serta berbincang, tentu dengan lidah pelat  Melayu Kuantan. Sehingga perantau yang pulang kampung ke Rantau Kuantan  tak pernah melawatkan pertunjukan ini.
Untuk menyaksikan pertunjukan Randai Kuantan bukanlah hal yang sulit,  karena Randai Kuantan sampai saat ini tetap banyak didapatkan di Rantau  Kuantan, bahkan pada saat ini hampir setiap desa mempunyai kelompok  randai.
Sebuah kelompok Randai juga mempunyai sutradara yang mengatur jalan  cerita sebuah pertunjukan randai. Sutradara atau peramu cerita harus  mempunyai wawasan yang luas terutama dalam hal pengembangan dialog dan  pantun. Tidak hanya itu, dia sedikit banyak juga harus mengerti tentang  peralatan alat musik yang digunakan. Disinilah sutradara dituntut untuk  menampilkan yang terbaik. Sehingga penonton tidak merasa bosan dengan  alur ceritanya.
Peran pemerintah untuk melastarikan kesenian tradisonal Kuantan ini  memang ada. Terbukti dengan diperlombakannya kesenian ini pada setiap  Festival Pacu Jalur di Teluk Kuantan. Disinilah mereka bisa menguji  kemampuan kelompoknya untuk menjadi yang terbaik. selain itu pada  Festival Budaya melayu (FBM) 1997 di Pekanbaru, randai juga  diikutsertakan mewakili kontingen Inderagiri Hulu—sebelum mekar menjadi  Kuantan Singngi.
Masyarakat Rantau kuantan sering kali mengadakan hajatan dengan  mengundang sebuah kelompok Randai. dengan demikian mereka tidak merasa  jenuh dengan latihan saja, mereka juga akan mandapat masukan berupa uang  lelah sebagai ucapan terima kasih. Peran masyarakat setempatlah yang  sebenarnya paling dominan. sehingga Randai Kuantan tetap melekat dihati  masyarakat.
Tinggi la Bukik si Batu Rijal
Tompek Batanam Si Sudu-sudu
Abang Kan Poi Adiak Kan Tinggal
Bajawek Solam Kito dahulu
Itulah salah satu pantun dalam Randai Kuantan yang bercerita tentang Ali  Baba dan Fatimah Kayo. Cerita ini mengisahkan perjalanan hidup sepasang  suami istri yang hidup di Kampung Kopah Teluk Kuantan.
Saat ini Randai Kuantan masih tetap eksis, malah telah sampai ke mancanegara, dan dipunggawai oleh Fakhri Semekot dan kawan-kawan.
Sumber : http://www.sungaikuantan.com/2008/09/randai-kuantan.html 
Randai Kuantan Singingi
Minggu, 22 Januari 2012
Diposting oleh
Rizke Maulina
di
19.57
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Bagikan ke X
Berbagi ke Facebook
Label:
Artikel Seni Budaya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar